26 Jan 2017

Trip To Dieng Plateau - Part VII

Tampan dan berani
                Setelah kami puas berfoto di spot ini, kami pun melanjutkan perjalanan menuju spot selanjutnya. Tapi tiba-tiba “gais, kalian mau mendaki lagi?” tanya Disya. “iya.” Gue jawab. Kemudian Disya melirik bukit diatas dengan wajah pucat sambil menelan ludah GLEEK.. Gue mikir “Batrenya pasti udah abis nih.” Gue beri saran ke Disya “loe mending jangan paksain diri deh kalo memang gak kuat. Biar kami ber-3 saja yang naik, loe tunggu di sini saja.” Untuk sedetik gue pikir dia bakal marah karena di tinggal sendiri. Tapi dia bukan tipe cewek seperti itu, malah dia seneng ditinggal “yasudah gue tunggu di sini saja sambil makan, laper banget soalnya.” Akhirnya Disya pun gugur dan tinggal kami ber-3 yang tersisa (sejujurnya kaki gue juga sudah pegel, gak pernah olahraga sih). Kami berjalan sebentar dan menemukan sebuah perempatan jalan dengan kondisi yang berbeda. Kalau lurus jalannya lebar tapi becek, kalau ke kanan jalannya sempit dan gak meyakinkan, dan kalau ke kiri jalanya sedikit ekstrim. Terus gue tanya “eh lewat mana nih enaknya?” Deki menjawab “jangan ambil yang lurus, becek, sayang sepatu gue.” Yayan menjawab “jangan ke kanan, serem, gue gak mau.” Gue menilai “kalo lurus gue juga ogah. Ke kanan kayaknya menuju ke hutan.” Tiba-tiba ada suara dari jalan sebelah kiri KSREEK SREEK SSSHH.


               Dan munculan beberapa ekor orang dari jalan sebelah kiri, gue kira bakal muncul kanibal berkepala botak sambil bawa tombak dengan teriakan “bulu..bulu..bulu..bulu!!" ..hehe tapi eh ternyata ada sekawanan ABG keluar dari semak-semak, entahlah habis ngapain mereka. Dari situ kami semua sependapat “oke lewat kiri saja.” Walau jalannya agak ektrim kami tetap menerjangnya, bahkan saking ekstrimnya sendal pinjaman yang di pakai Yayan tadi sampai bedat. “waduh sendalnya bedat, bro.” Yayan panik, gue dan Deki cuma bisa tertawa jahat melihatnya "MUAHAHAAA!!" (ini namanya bahagia diatas penderitaan orang lain. Jangan ditiru!). Yayan memutuskan untuk gak pakai sendal alias nyokor, jadi selama foto-foto diatas dia nyokor terus macam Tarzan gitu. Tetapi ketika kami sampai di atas "WUIIHH!!" Pemandangannya terlihat lebih jelas, CLING banget! Ini sih lebih dari luar biasa, keren abis. Langsung deh disantap kita bertiga, kita foto-foto yang buanyak pokoknya jangan sampai nyesel ntar. Memang sih puncak yang kami daki itu bukanlah puncak Sikunir yang sesungguhnya, karena di atas sana masih ada yang lebih tinggi, tapi sayang stamina kami sudah habis, apalagi ditambah sendal bedatnya Yayan yang menyusahkan ini.

                Sudah puas berfoto kamipun turun dan menemui Disya di bawah, ehh ternyata dia masih enak-enakan bersantai sambil makan-makan, macam Firaun saja ini anak. “oi, Dis bagi donk makanannya?” kemudian kami makan dan saling cerita sembari mengistirahatkan kaki-kaki kotor kami yang kurang olahraga ini, dengan menikmati pemandangan yang sungguh mempesona,.

                Sungguh bersyukur gue bisa dapat kesempatan emas untuk memandang keindahan dunia dari atas gunung Sikunir ini di saat cuaca cerah dan udara yang sangat sejuk.

                Kami istirahat kurang lebih sekitar 8 menit, lumayanlah kakinya sudah agak sehat sekarang. Namun akhirnya kami bangkit berdiri dari batu tempat kami duduk karena bokongnya nempel terus dibatu dan gak mau dilepas (serasa di lem) ditambah belenggu hipnotis gunung Sikunir yang menakjubkan ini membuat kami enggan untuk beranjak. Sebenarnya bukan karena batu atau hipnotis sih, tapi karena makananya Disya sudah habis jadi gak ada yang bisa di makan lagi..hehe. Perut kami sudah terisi dan sebelum mulai lapar lagi, kami pun turun menyusuri jalan dimana kami naik tadi untuk melanjutkan ke tujuan selanjutnya. #Hint: Jalannya cuma ada satu jalur untuk naik dan turun, jadi harap hati-hati karena ramai sekali#. Ini bukan kali pertama gue mendaki gunung sih, jadi gue sudah tahu rasanya naik turun gunung  dan yang paling berat itu malah justru turunanya. Bakalan capek banget.
Medan jalan gunung Sikunir
                Nah kita ini kan ber-4, 3 cowok dan 1 cewek. Okelah ya, kalo gue kan sudah pernah naik turun gunung jadi ya sudah terbiasa. Terus teman gue yang 2 cowok ini, mereka belum  mendaki atau mungkin belum pernah sama sekali. Yah mungkin mereka capek dan pingin instirahat bentar, tapi karena ada label bertuliskan ‘Cowok Sejati’ di harga diri mereka, mereka pun terus berjuang untuk tetap berjalan #Tips: kalau capek jangan dipaksain, gak barokah ntar#. Nah tapi untuk satu-satunya manusia berjenis kelamin cewek di genk gue ini, Disya, ampun dah jalannya lelet bener kek nenek-nenek. Bahkan seorang nenek pun bisa lebih cepet dari dia. Tapi ini serius men, waktu gue sama temen-temen naik ke gunung Sikunir itu ada seorang nenek yang masih agak bugar badannya, sebut saja dia ‘Nenek Lincah’ karena memang lincah bener dia menyusuri gunung. Nenek itu mendaki gunung dengan lincahnya walau hanya memamakai sendal jepit warna ijo, malah di punggungnya dia bawa segumpal rumput gede yang diikat, mungkin mau dikasih makan ternak-ternaknya atau mungkin mau dimakanin sendiri sama neneknya. Kekekek..
Ilustrasi Nenek Lincah
Src: wanenoor.blogspot.co.id
                Karena jengkel lihat Disya yang jalanya lelet, gue langsung turun tangan. Bagaikan petir gue langsung menyambar tangan Disya yang sebelah kiri, karena Deki ada di sebelah kanannya. Gue tarik tangannya turun biar dia mau bergerak cepat.. set,,set..set... macam ninja Hatori kami bertiga menuruni gunung dan melewati lembah (lebay banget sih..). Yah disana emang jalannya berbatu dan berpasir jadi secara otomatis berbahaya bila jalan terburu-buru, dan tentu saja tanpa mengesampingkan keselamatan gue ajak Disya terjun ke bawah jadi itu seperti jalan pintas. Dari puncak langsung syuuuutt sampai ke lantai satu. Hehe nggak lah ya.. emangnya flyingfog.

                Tak lama kemudian setelah menyiksa Disya dengan olahraga spot jantung. Akhirnya kami sampai di kaki gunung, dan tinggal beberapa langkah lagi menuju ke parkiran motor dekat danau. Sebelum itu karena masih ada sisa waktu, kami berfotoria dahulu di bawah naungan tulisan ‘SIKUNIR SUNRISE-SEMBUNGAN’. Di situ hanya sekilas sih, karena kamera gue yang low quality beserta photographer amatiran ditambah bayangan gelap dari tembok jadi pas foto hasilnya hitam kelam semua. Jadi kek fotonya Dark Lord yang berpose di bawah tulisan Sikunir. Kelihatan suram. Haha tetapi beda cerita lagi dengan foto-foto saat di dekat danaunya, kelihatan sangat jelas. Cling bangeet!!
Tulisan Sikunir :v
                Sekali lagi kelaparan mengganggu acara piknik kami yang sedang hot-hotnya ini. Tapi yang ini sampai berbusa tebal mulutnya, lebih tebal dari bedak bencong. Rasa lapar ini membuat kami lebih semangat lagi walaupun dalam kondisi capek, khususnya untuk mencari warung terdekat. 

             Sekitar jam 9 kami menyusuri jalan tapi tidak mendapati warung satupun, yang ada cuma kebon. Di saat kondisi kritis ini hampir memaksa kami untuk memakan daun-daunan di pinggir jalan, kami menemui sebuah tempat yang disebut Telaga Warna. Apakah itu telaga warna? Apakah itu sebuah warung makan? Oh bukan.. Bagi para traveller di Indonesia pasti sudah tidak asing lagi dengan Telaga Warna ini, karena Telaga Warna ini adalah salah satu destination utama saat bertamasya ke daerah Dieng.

                Telaga Warna bukanlah warung makan ditengah kali tetapi sebuah telaga yang airnya berwarna jika dilihat dari atas. Lol. Walaupun ada perasaan kecewa karena bukan warung makan, kami masih penasaran dengan tempat ini. Hingga akhirnya kami putuskan untuk menjamah Telaga Warna tersebut. Gue mulai melirik tempat parkir dan langsung diparkirkan motornya. Tiba-tiba hidung gede gue ini dimasuki sebuah aroma tajam yang membahagiakan jiwa raga gue, eh ternyata di sekeliling lapangan parkir ini ada banyak warung makan dan tentunya pusat oleh-oleh juga. Tanpa berpikir panjang kami langsung bergemruduk berebutan masuk ke warung makan yg paling dekat. #fact: orang lapar susah dikendalikan. hhahahaa

                Singkat cerita, setelah makan dan kenyang kami melanjutkan perjalanan ke Telaga Warna. Telaga Warna adalah tempat yang fotogenic, benar-benar tempat yang sempurna buat photographer yang suka pemandangan dengan beckground air. Kami hunting foto sekitar 1 jam sembari melihat-lihat pemandangan yang aduhai indahnya. Cuma pada saat gue kesana sama temen-temen kondisi telaganya lagi surut, airnya hanya ada ditengah dan yang di pinggir tinggal lumpurnya doang jadi kalau misal mau foto ya harus rada ke tengah biar warna airnya kelihatan dan akhirnya kami harus berurusan dengan lumpur sekarang ckck. Banyak persimpangan jalan yang membuat gue dan temen-temen bingung, karena gambar peta sama keadaan jalan yang sebenarnya ternyata berbeda...
Telaga warna surut

0 Coretan:

Posting Komentar

Kirim Pesan yuh

foxyform
 
;