Jalan raya ditengah sawah Source: |
Kami berangkat kurang
lebih jam 9, tapi karena Disya dan Yayan belum sarapan akhirnya kita berhenti
di sebuah warung pecel di sekitar UNNES. Sialnya, warungnya itu rame bingitz.
Otomatis kan kita harus nunggu pesenan, ditambah lamanya makan, jadi kurang
lebih jam 10-an kami berangkat dari Semarang.
Perjalanan ke Dieng kami mengandalkan petunjuk arah GPS dari HP-nya Deki,
karena tak satupun dari kami yang tahu jalan ke arah Dieng. #Tips: Diusahakan
memiliki HP ber-GPS untuk plan-B
kalau misal kalian nyasar#. Beruntung selama perjalanan selalu ada siyal, jadi bisa
terus pakai GPS. Kami memakai 2 motor : Yayan-Deki & Yoyo-Disya.
Perjalanan memakan waktu selama + 5 jam, tapi karena begitu banyak pemandangan menarik yang bisa dilihat, 5 jam pun tak terasa apalagi jika sudah sampai di kota Wonosobo-nya. Kami sempat berhenti sejenak saat ada di persimpangan antara Magelang-Temanggung. “Yan, kok berhenti? Kenapa?” tanya gue, “Belok mana nih? Kiri atau kanan?” Jawab Yayan. Si Deki sebagai navigator kami langsung angkat bicara dengan santainya “Jangan panik guys, biar gue liat GPS dulu.” Tak lama kemudian “Emm...”, Yayan “Emm apaan?? Buruan kita di pinggir arteri nih, bahaya tau”, jawab Deki dengan suara seriosa-nya “Belok kanaaan arah Temangguuung”. Saat mau lanjut jalan lagi, tiba-tiba gue denger suara ribut-ribut dari arah dibelakang. Ternyata oh ternyata di belakang motor gue ada motor lain yang berhenti, dia juga bingung mau belok kiri atau kanan, suaranya ribut banget kayak kucing kawin men.
Perjalanan memakan waktu selama + 5 jam, tapi karena begitu banyak pemandangan menarik yang bisa dilihat, 5 jam pun tak terasa apalagi jika sudah sampai di kota Wonosobo-nya. Kami sempat berhenti sejenak saat ada di persimpangan antara Magelang-Temanggung. “Yan, kok berhenti? Kenapa?” tanya gue, “Belok mana nih? Kiri atau kanan?” Jawab Yayan. Si Deki sebagai navigator kami langsung angkat bicara dengan santainya “Jangan panik guys, biar gue liat GPS dulu.” Tak lama kemudian “Emm...”, Yayan “Emm apaan?? Buruan kita di pinggir arteri nih, bahaya tau”, jawab Deki dengan suara seriosa-nya “Belok kanaaan arah Temangguuung”. Saat mau lanjut jalan lagi, tiba-tiba gue denger suara ribut-ribut dari arah dibelakang. Ternyata oh ternyata di belakang motor gue ada motor lain yang berhenti, dia juga bingung mau belok kiri atau kanan, suaranya ribut banget kayak kucing kawin men.
Saat memasuki kawasan
kota Temanggung, hawanya mulai agak dingin ditambah motor kami yang membelah
angin sepoi-sepoi membuat atsmofir-nya berubah, bawaanya pingin tidur di atas
kasur empuk dan nyaman sambil ngolet-ngolet (hoaaam..Zzz). Tiba-tiba ada yang
membentur helm gue, ctaaakk!.. taakk!.. gue liat sepion. “WOOII!! Tidur loe
Dis?!” gue teriak karena Disya ketiduran, “He em.. Ngantuk berat nih..” Disya
dengan suara males. Sebenernya masalah ini yang paling menganggu saat liburan
ke tempat jauh pakai motor, kalau udah ngantuk mau gak mau harus stop dulu agar terhindar dari hal-hal
yang tak di inginkan. #Tips: Jangan memaksakan diri apabila sudah mulai lelah,
istirahat juga bagian dari perjalanan, cuy#. Gue rada ngebut biar bisa nyusul
Yayan didepan buat lapor kalo Disya udah K.O. Gue teriak “Oi Yan, Disya ngantuk
neh!” “Waduh terus gimana dong?”, “Stop
di minimarket dulu aja”. Tak lama kami pun berhenti di sebuah minimarket ber-logo
lebah. Kami membeli banyak macam makanan yang bisa menahan rasa kantuk, minuman
berenergi, roti basah, hingga permen karet.
Kamipun istirahat di
minimarket sebentar selama 5 menit, makan dan minum untuk mengembalikan stamina, tak lupa permen karet
di emut dulu sebelum kembali ke jalan. “genk, ngemut permen karet dulu biar gak
ngantuk. Artinya gue ngomong sama elu Dis!”, jawan Disya “iya..iyaa.. mangap
deh. Sini biar gue emut” (ini ngemut permen karet, bukan yang lain loh :v ).
Kita mulai jalan lagi, back-on-track.
Tak lama kamipun sampai di daerah perkotaan, setelah mati-matian menahan kantuk
yang menyiksa ini karena hawa menyegarkan dari pepohonan dan sawah di tambah
jalan yang sepi, tapi saat tiba di perkotaan ceritanya beda lagi. Di perkotaan
jalannya mulai pelan-pelan karena kondisi jalan yang padat merayap. Apalagi pas
ngelewati pasar, BEHH! Jalan kaki lebih cepet mungkin. Macet itu biasanya karena
angkot yang parkir sembarangan (di Semarang, angkot sering jadi momok
kemacetan), tapi ini nggak, men. Gue pikir “Ini kenapa sih!? Kok gak jalan-jalan
juga, angkot parkir sembarangan nih pasti”. Tapi tak kusangka dan tak kuduga,
ternyata ada biangnya itu taxi jadoel a.k.a dokar
yang lagi puter balik. Gue dalam hati “Huufftthh.. Dasar koboi amatiran!
Bener-bener setetes otaknya!”, kasian kan kudanya di teriaki orang-orang, mana
jalannya pelan lagi, pikir gue “koboi amatiran ini apa gak mikirin perasaan
kudanya ya? Gimana kalau kuda ini adalah tulang punggung keluarganya! Gimana
kalau misal dia kuda yang hidup sebatang kara! Kalau kudanya gak mau puter
balik ya mungkin dia udah capek dengan masa lalunya dan dia mau move-on” (kudanya galau). Tapi demi
kelancaran berlalu-lintas, akhirnya dokar-nya pun diutamakan biar semuanya
bisa lewat dan gak macet lagi.
Dokar Src: |
Akhirnya kami pun
terbebas dari belenggu kemacetan sang dokar. Perjalanan masih jauh dengan
kondisi siang hari yang panas, membuat energi kami lebih cepat terkuras hingga
permen karet yang gue kunyah dari minimarket yang tadinya kenyal dan manis jadi
mengeras dan hambarrr (kek ngunyah kertas). Waktu terus berlalu, kami melewati
daerah perkotaan yang tenang sekitar Temanggung. Suasana tenang itu membuat gue
lengah, tak ku sadari jalan raya yang tadinya lebar tiba-tiba mengkerut alias
menyempit. Kemacetan terulang kembali, tapi macet kali ini dipersembahkan oleh
lampu lalu-lintas di perempatan karena jalannya yang sempit. Sang navigator tiba-tiba berkumandang di
tengah kemacetan. Si Deki ngomong ke Yayan dan Yayan ke gue, “Yo, bis ni lok
nan!”, Gue gak kedengeran “Apa!?” sambil gue mepet ke kiri jalan. Langsung
dengan sigap Disya memperjelas perkataan Yayan tadi, “BELOK KANAAAN YOOO!!”.
Seperti yang gue bilang tadi, gue lengah, gue nengok ke Yayan yang mau belok
kanan, kemudian dengan respon yang cepat gue langsung banting stir, dari mepet
kiri ke mepet kanan. Saat proses mepet ke kanan itulah terjadi incident. Motor gue nyrempet motor
seorang bapak-bapak dan ban depan gue menabrak kakinya, oh shit!. Disya kaget “KYAAAAA!!”, gue “Waduuh! Anjrit! Cemet!
Busheet! Elahdalah!”. Tapi untungnya motor gue gak sampe jatuh, cuma oleng
dikit. Gue sebagai laki-laki sejati dengan rasa penuh tanggung jawab, gue pun
menghampiri si bapaknya. Gue bilang “Pak, bapak gak papa?”, si bapak menjawab
“Gak papa dek, udah, bapak gapapa”. #Tips: Jika terjadi hal demikian, jangan
langsung lari kepanikan tapi harus tanggung jawab#. Kemudian gue buru-buru
belok kanan menyusul si Yayan dan Deki. Ternyata mereka berhenti di sebuah
warung kosong, sedang mengkhawatirkan keadaan gue dan Disya.. hehe. Yayan “Yo,
gimana tadi? Loe gapapa kan?”, jawab gue “Ya masih utuh, bapaknya juga
gapapa kok”. Untuk menenangkan pikiran, kami memutuskan istirahat sebentar di
warung kosong tadi. Disya kembali sibuk dengan tabletnya, mungkin dia sedang update status soal kejadian tadi. Yayan
sedang meng-cek kondisi motor kebanggaannya dan Deki masih melaksanakan
tugasnya sebagai navigator. Sedangkan
gue masih kepikiran incident tadi
(biasalah penyakit lama), terus tiba-tiba ada arus pendek di otak minim gue ini
yang mengatakan “Oh iyaa, tadi gue belum sempat minta maaf sama bapaknya ya. Damn!” (jujur itu kek ada yang
mengganjal di hati dan pikiran gue untuk waktu yang lama).
Tak lama kami
kembali lanjut, tapi ini bukan jalan raya lagi melainkan jalan kampung,
kiri-kanan rumah warga semua beserta jalan yang berjerawat gede-gede. Setelah berjalan
zig-zag di perkampungan yang bau ayam tadi, kami menemukan SPBU, langsung mampir
aja dah.
Bahan bakar sudah terisi
full, sekarang menyusul Deki dan
Disya yang masih menunggu di pojokan SPBU (mojok kali mereka?
hehe). “Ayok berangat lagi”, gak ada angin gak ada petir tiba-tiba si Deki ini
minta tukeran tempat sama Disya. Deki “Yo, ntar boncengan ama gue ya?”, gue terima
“Ya udah, tapi ngomong sama Disya dulu sono”. Kemudian Disya dan Deki
bernegosiasi di pojokan SPBU, “Dis, dari sini loe bonceng Yayan..
bla..bla..bla..”, gue ngeliat raut wajah Disya kayak cewek pasrah yang mau di
apain aja.. muehehe. Keadaan jadi berbalik yang tadinya Yayan-Deki di posisi
pertama sedangkan Yoyo-Disya di belakang (yaelaah! Navigator-nya harus ada didepan keleus), sekarang Yoyo-Deki
memimpin dan Yayan-Disya membuntutui di belakang (yeah makan debuku!! haha). Di
tengah perjalanan Deki berbisik-bisik ke gue “Yo, loe tahu gak kenapa gue
pindah mbonceng sama loe?”, dengan rasa penasaran gue jawab “Nggak tahu. Emang
kenapa, Dek?”, Deki menjawab dengan suara kemenangan “Itu karena jok motornya
Yayan keras banget kek duduk di atas batu, batunya batu kali. Gak kayak punya
loe yang empuk ini, bagai duduk diatas bantal.. wahahaha”. Aku cuma bisa
tersenyum. Gue pikir mereka
tukeran itu gara-gara pingin gue boncengin, karena sensasi berkendara gue yang
bergelora (apaan sih!?). Menurut gue pertukaran tempat antara mereka ini,
seperti semacam perebutan wilayah zona nyaman yang dilakukan Deki terhadap
Disya. Ahh gak penting, yang penting itu bisa sampe tujuan dengan selamat.
Singkat cerita, lebih disingkat
lagi. Diperjalanan gue mencium bau-bau Dieng, ternyata kami sudah sampai di
daerah Wonosobo, itu artinya tujuan kami sudah dekat. Di Wonosobo kami melewati
sebuah taman mirip banget sama Simpang Lima Semarang cuma ukurannya jauh lebih
kecil, tapi tetap tak kalah menarik. Kami jalan muter-muter gak jelas di zona residental, ini mungkin GPS-nya udah mulai
ngantuk. Ternyata Dieng-nya masih jauh banget, men, itu belum termasuk tanjakan
menuju puncaknya.
Game Fruit Ninja Src: fruit-ninja-free.en.softonic.com |
0 Coretan:
Posting Komentar